Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Masalah kependudukan merupakan masalah
umum yang dimiliki oleh setiap negara di dunia ini, termasuk Indonesia. Secara umum, masalah kependudukan di berbagai negara dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu dalam hal kuantitas/ jumlah penduduk dan kualitas
penduduknya.
Indonesia merupakan negara dengan nomor urut keempat dalam
besarnya jumlah penduduk setelah China, India, dan Amerika Serikat. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih
dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.
Menurut data statistik dari BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini
adalah 225 juta jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi sebesar 1,39 % per
tahun. Angka pertumbuhan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan
angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970, yaitu sebesar 2,34%. Dengan
jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka pertambahan penduduk setiap
tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama dengan jumlah seluruh
penduduk di Singapura.
Lonjakan penduduk yang sangat tinggi atau baby booming di
Indonesia akan berdampak sangat luas, termasuk juga dampak bagi ekologi
atau lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu keseimbangan, bahkan
merusak ekosistem yang ada. Masalah kependudukan di Indonesia saat ini
menjadi sangat rawan bila tidak ada usaha untuk mengelola ledakan
penduduk dengan baik, yang merupakan bahaya besar. Jumlah penduduk yang
tidak terkendali akan mendatangkan sejumlah persoalan.
Dari segi kependudukan, Indonesia masih menghadapi beberapa masalah besar anatara lain :
- Penyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa - sangat jarang di Kalimantan dan Irian.
- Piramida penduduk masih sangat melebar, kelompok balita dan remaja masih sangat besar.
- Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penambahan angkatan kerja setiap tahun.
- Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih terkonsentrasi di Jakarta dan kota-kota besar dipulau Jawa.
- Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal, belum mendapat perhatian serius
- Indeks Kesehatan masih rendah, Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih tinggi
Menurut Malthus, pertumbuhan jumlah
penduduk, bila tidak dikendalikan, akan naik menurut deret ukur
(1,2,4,8,dst). Produksi pangan meningkat hanya menurut deret hitung
(1,2,3,4,dst). Di Indonesia dengan ledakan penduduk saat ini,
mengakibatkan dampak sosial yaitu mengalami krisis pangan. Bahkan di
dunia pun terjadi krisis pangan global. Selain itu, semakin banyak
terjadi urbanisasi karena orang-orang desa yang dulunya kecukupan pangan
namun tidak menikmati pembangunan mulai berbondong-bondong pindah ke
kota. Generasi muda tidak ada yang mau menjadi petani.
Teori Malthus menghendaki produksi pangan
harus lebih besar dibandingkan jumlah dan pertumbuhan penduduk.
Sehingga berdasarkan teori ini diperkirakan suatu saat suatu daerah di
Indonesia tidak memiliki lahan pertanian lagi, sebab perkembangan yang
pesat terjadi pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk kawasan
permukiman penduduk, namun ketersediaan lahan yang semakin terbatas
telah menimbulkan biaya yang tinggi bagi penduduk untuk mendapatkannya.
Hal ini berdampak kepada biaya investasi yang tinggi untuk membangun
kawasan produktif yang strategis.
Apabila ditelaah lebih dalam maka teori
Malthus tidak sepenuhnaya berlaku. Untuk pertama kali hubungan antara
pangan dan penduduk teori Malthus untuk pertama kali hubungan antara
pangan dan penduduk dibicarakan secara sistematis oleh Malthus sekitar
abad ke-19. Namun pada hakekatnya masalah pangan telah ada pada
masa-masa sebelumnya. Di berbagai negeri, masa-masa makmur sering
diselingi oleh kekurangan pangan atau bahkan kelaparan masal yang
merenggut banyak jiwa manusia. Banyak faktor penyebab lemahnya ketahanan
pangan nasional yang berakhir pada ironi bangsa. Dengan SDA memadai
serta luas lahan pertanian sebesar 107 juta hektar dari total luas
daratan Indonesia sekitar 192 juta hektar, ternyata masih menyimpan
cerita-cerita pilu.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik
(2002), tidak termasuk Maluku dan Papua, sekitar 43,19 juta hektar telah
digunakan untuk lahan sawah, perkebunan, pekarangan, tambak dan lading,
lebih kurang 2,4 juta hektar untuk padang rumput, sedangkan 8,9 juta
hektar untuk tanaman kayu-kayuan, dan lahan yang tidak diusahakan seluas
10,3 juta hektar (Republika, 16/6/2006).
Faktor tersebut antara lain tidak
berimbangnya produksi pangan dengan populasi penduduk. Aksioma Robert
Malthus tentang deret ukur dan deret hitung agaknya dapat dirujuk di
sini. Kendati tidak berlaku pada seluruh negara, tapi bagi negara
berkembang yang sering dilanda kasus pangan, Malthus mendekati benar.
Konon 10% anak-anak di negara berkembang meninggal sebelum mereka
berusia lima tahun. Kebanyakan dari kematian karena lapar disebabkan
oleh malnutrisi yang kronis akibat penderita tidak mendapatkan makanan
yang cukup. Sering kali hal ini terjadi karena kemiskinan yang parah.
Terancam kelaparan saat ini, diantaranya 4,35 juta tinggal di JawaBarat.
Ancaman kelaparan ini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah
banyak. Seiring dengan mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk
yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp. 30.000,00.
Di antara orang-orang yang terancam
kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia, berada dalam keadaan
paling mengkhawatirkan.Dari jumlah itu, sebanyak 50.333 berasal dari
JawaBarat, diantaranya 10.430 tinggal di KabupatenBandung dan 15.334
orang tinggal di Kabupaten Garut. Mereka yang digolongkan terancam
kelaparan dengan keadaan paling mengkhawatirkan adalah penduduk dengan
pengeluaran per kapita di bawah Rp 15.000,00 per bulan sebanyak 14.108.
Keterkaitan teori Malthus dengan upaya
pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan. Usaha dari banyak
Indonesia untuk menyediakan pangan bagi penduduk adalah dengan giat
melakukan pembangunan atau modernisasi pertanian.Usaha ini dilakukan
baik melalui perluasan tanah pertanian yang ada(ekstensifikasi) maupun
meningkatkan produksi per hektarnya (intensifikasi).
Indonesia tercatat baru pada tahun
1968-1969 sebagai peserta revolusi hijau dengan luas areal 198.000
hektar yang pada tahun 1972-1973 menjadi 1.521.000 hektar, meskipun
sesungguhnya Indonesia telah memulainya sekitar tahun 1964-1965. Pada
tahun 1973 produksi padi denganBimas telah mencapai 52 kuital per hektar
dan dengan Inmas 40 kuintal per hektar. Adapun program transmigrasi
setelah Indonesia merdeka dalam PolaUmum Pelita Ktiga (Lihat GBHN, TAP
MPR No. II/MPR/1978) disebutkan antara lain: Program transmigrasi
ditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan tenaga kerja serta
pembukaan dan
pengembangan daerah produksi dan
pertanian baru dalam rangka pembangunan daerah khususnya di luar Jawa,
yang dapat menjamin taraf hidup para transmigran, dan taraf hidup
masyarakat sekitar.
Program Keluarga Berencana merupakan
upaya pemerintah dalam mencegah dan mengatur kelahiran. Pemerintah
melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bergerak
dalam penyebaran alat-alat dan pengetahuan kontrasepsi. Setiap desa dan
kota Petugas Lapang KB siap membantu keluarga-keluarga yang ingin
memasuki program KB.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk
http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi_Indonesia
http://animas.blog.fisip.uns.ac.id/2011/12/04/sedikit-berbicara-teori-kependudukan/
0 comments:
Post a Comment